UNDANG-UNDANG No. 5 TAHUN 1960
TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA
Pasal 21 :
(1) Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai
hak milik.
(2) Oleh Pemerintah ditetapkan
badan-badan hukum yang dapat mempunyai
hak milik dan syarat-syaratnya.
(3) Orang asing yang sesudah
berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat
atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia
yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan
kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun
sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika
sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak
tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan
bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
(4) Selama seseorang di
samping kewarganegaraan Indonesianya
mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak
milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) pasal ini.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
Pasal 26 :
(1) Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga
negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum
negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami
sebagai akibat perkawinan tersebut.
(2) Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga
negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum
negara asal istrinya, kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri
sebagai akibat perkawinan tersebut.
(3) Perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau
laki-laki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jika ingin tetap menjadi Warga
Negara Indonesia dapat mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada
Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat
tinggal perempuan atau laki-laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut
mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
(4) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
diajukan oleh perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal
perkawinannya berlangsung.
•
Bahwa ketentuan
tersebut sangat sulit/menyulitkan WNI yang kawin dengan WNA, dan hak-hak
menjadi hilang untuk memiliki hak atas tanah di negaranya sendiri, selain Hak
Pakai dengan persyaratan tertentu. Dalam kaitan ini perlu kita lihat secara
tafsir sistematik dengan UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK
INDONESIA Pasal 26 ayat (3) yang menegaskan bahwa PEREMPUAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT (1) ATAU
LAKI-LAKI SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT (2) JIKA INGIN TETAP MENJADI WARGA
NEGARA INDONESIA DAPAT MENGAJUKAN SURAT PERNYATAAN MENGENAI KEINGINANNYA KEPADA
PEJABAT ATAU PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA YANG WILAYAHNYA MELIPUTI TEMPAT
TINGGAL PEREMPUAN ATAU LAKI-LAKI TERSEBUT, KECUALI PENGAJUAN TERSEBUT
MENGAKIBATKAN KEWARGANEGARAAN GANDA.
•
Jadi berdasarkan substansi pasal
dan ayat ini, WNI yang menikah dengan WNA tidak akan kehilangan kewarganegaraannya
jika setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal perkawinanannya menyatakan ingin
tetap sebagai WNI (Pasal 26 ayat 4). Dengan demikian jika tetap memilih dan
menentukan sebagai WNI maka yang bersangkutan akan berhak atas semua hak
(apapun) atas tanah di Indonesia. Dan Perkawinan mereka dicatatkan pada
instansi yang berwenang.
•
OLEH KARENA ITU, NOTARIS/PPAT
DAPAT MENYARANKAN : JIKA WNI YANG AKAN KAWIN DENGAN WNA DAN TIDAK INGIN MEMBUAT
PERJANJIAN PERKAWINAN, AGAR WNI TETAP BERHAK UNTUK MEMILIK HAK ATAS TANAH DI
INDONESIA, MAKA BERDASARKAN Pasal 26 ayat (3) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA. (HBA – INC).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar